Penyelanggaraan masa
pengenalan akademik mahasiswa UNU Yogyakarta mulai dilaksanakan pada Senin,(16/09) kemarin.
Rencananya, kegiatan ini akan dilaksanakan 4 hari berturut-turut sampai Kamis, (19/09) ditutup dengan malam Khotmil Qur’an dan Inagurasi.
Ada yang menarik dari penyelenggaraan tahun
ini. Pengenalan akademik yang sebelumnya dikenal dengan masa orientasi
mahasiswa (Ormaba) diganti menjadi MAPAMSA (Masa Pengenalan akademik
Mahasantri). Bukan tanpa alasan, yang mendasari perubahan nama dari orientasi
mahasiswa baru tersebut, salah satunya adalah bahwa Ormaba sering dikaitkan
dengan intimidasi antara senior terhadap junior.
Universitas
Nahdlatul Ulama Yogyakarta merubah stigma buruk terhadap masa orientasi
mahasiswa baru dengan melakukan terobosan unik, dengan mengubah segala sistem
militerisme ospek menjadi sistem kepesantrenan. Mahasiswa dihadapkan dengan
kegiatan yang umum dilakukan di pesantren, seperti istigosah, membaca Al-Quran,
jamaah Dhuha dan kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan seorang santri.
Menurut penuturan
ketua panitia MAPAMSA 2019 Mustiko Cahyono Forqon, format MAPAMSA tahun ini
selain mengenalkan lingkungan kampus dan akademik, juga mencegah terjadinya
intimidasi atau perploncoan terhadap mahasiswa baru.
"Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya intimidasi atau perploncoan terhadap
mahasiswa baru,” tambah Mustiko.
Dari elit
universitas dan lembaga-lembaga internal sudah menyepakati, bahwasanya
orientasi mahasiswa baru tahun ini lebih kepada orientasi kepesantrenan dan budaya
santri. Hal itu diungkapkan oleh ketua steering comite Arif Rahman. Mahasiswa yang
juga aktif di BEM-U tersebut juga menyatakan bahwa diadakannya MAPAMSA ini bertujuan untuk merekatkan emosional dan mendongak
spiritual mahasiswa.
“Tidak ada kata
militernya dalam ospek, tetapi yang ada para mahasiswa tetap pada koridor
kedisiplinan. Jika pun ada yang melanggar tata tertib MAPAMSA, maka akan tetap
dihukum dengan menghafal ayat-ayat Al-Quran,” lanjut Arif.
Selain itu, Badrut Tamam selaku ketua BEM UNU Jogja 2019 juga menyampaikan pandangannya terkait militerisme
dalam ospek. Ia menjelaskan bahwa jikapun ada tindakan militerisme ospek, itu
tidak lain sebagai bentuk dari pendisiplinan.
“Dalam MAPAMSA kali ini, kita mencoba untuk
memberikan efek jera terhadap mahasiswa yang melanggar peraturan dengan hukuman
ala pesantren, atau membuat artikel yang berkaitan dengan konsen ilmu yang akan digeluti,” tukas Badrut kepada LPM Nusa. (Red)