Oleh: Ainor Rahman (Mahasiswa SII UNU Jogja)
Keteguhan ulama dalam menuntut ilmu sangat mendalam sehingga dapat menjadi teladan yang baik bagi seluruh kawula muda akhir zaman ini. Salah satunya Syekh Abd Qadir Al-Jailani, Ia sangat menekuni pelbagai keilmuan dan telah membuat dirinya berada lebih dekat Allah SWT. Hal itu berkat karunia yang dengan keilmuannya dapat mengangkat derajatnya sampai pada makam lebih tinggi daripada manusia lainnya.
Dilansir dari berita NU Online, terbit pada 9 Desember 2020, Syekh
Abd Qadir Al-Jailani telah memberikan isyarat bahwa setidaknya kita harus bisa
mengecilkan dampak mafsadat kehidupan dengan mengurangi kebodohan. Sebagaimana
dalam kitab Al-Fathur Rabbani wal Faidur Rahmani karya beliau:
من عبد الله على جهل كان ما أكثر مما أصله
Artinya: “orang yang menyembah Allah dalam kebodohan lebih sering
membawa mafsadat daripada membawa kemaslahatan.”
Sudah barang tentu, hiruk pikuk realitas masyarakat masa kini
sangat menggantungkan kehidupannya terhadap perihal instan, seperti kehadiran
teknologi cantik ini, telah menggesar peran serta tenaga manusia tereduksi oleh
otot mesin. Satu sisi ini merupakan kebutuhan yang membawa maslahah bagi
manusia, akan tetapi tidak sedikit kawula muda sekarang terlalu ‘mendewakan
kecanggihan teknologi tersebut, alih-alih dapat membawa mafsadat pada akhirnya.
Sebagai contoh, banyak anak didik bangsa dalam mengerjakan
tugas-tugas pelajaran me-copy paste dari sebagian atau keseluruhan
materi yang diinginkan. Perilaku seperti ini telah umum dilakukan sebab
terjadinya dekadensi penguasaan dan pengetahuan mereka, terlebih hal ini bisa
dikaterogikan kebodohon lapis kecil yang disengaja mengingat dalam beberapa
produk hukum, terdapat kode etik jurnalistik apabila terjadi plagiasi
disengaja yang bisa merugikan perseorangan atau beberapa pihak adalah sangat
tidak etis.
Toh, meskipun kebebasan pers dijamin hak-haknya melalui peraturan
perundang-undangan, karena ada media online yang sangat mudah dijangkau masyarakat
luas, justru tidak menjadi kesempatan beralasan murni hak dalam kebebasan
berekspresi.
Kendati demikian, agar benar-benar mengecilkan mafsadat dalam
menjalani tugas pokok kawula muda yang sadar akan ilmu pengetahuan, sangat
disarankan supaya bisa menelaah lebih dalam seluruh bidang keilmuan yang tidak
menggantungkan internet sebagai satu-satunya alat memperoleh ilmu.
Apalagi, dalam postingan NU Online artikel dari Alhafiz Kurniawan
(9/12) mengandung banyak peringatan bahwa, sanad keilmuan juga penting
dijadikan patokan bagi penuntut ilmu
sehingga dalam mendapati ilmu tidak lepas dari kecerdikan sebagaimana keahlian
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani selama menggandrungi keilmuan dengan maksud
mengurangi ‘kebodohan lapis kecil tersebut.