-->
Manusia dan rupa pura-pura
Manusia dan rupa pura-pura

Manusia dan rupa pura-pura

Menurut data terkini dari Worl Population Review jumlah manusia di muka bumi ini telah mencapai 8 milyar jiwa. Angka yang fantastis bukan? Mengingat sangat banyaknya jumlah manusia yang berlomba dalam menghirup oksigen demi bertahan hidup, saling menyikut satu sama lain adalah sebuah gambaran kehidupan yang baik-baik saja? Oke, opening yang jelek tentu saja tapi, saya harap apa yang akan saya tuliskan di sini nanti dapat dipahami sebagai refleksi untuk ngaca. Satu hal yang ingin saya ungkapkan di sini adalah tentang bagaimana kita sebagai manusia kok bisa umat manusia mengkloning dirinya sendiri dengan begitu cepat, padahal apa enaknya hidup menanggung beban yang sangat berat. Bahkan, saya sangat yakin jika 8 milyar manusia tersebut ditanya satu persatu pasti mempunyai masalah yang sangat besar.

Tentu saja dengan meningkatnya jumlah manusia dengan segala jenis sifat yang katanya beda antara satu dengan yang lainnya, kita harus menyesuaikan dengan keadaan di sekitar kita minimal agar kita diterima dan tidak dikucilkan. Saya merasa kasihan dengan bumi ini yang harus menanggung beban berat manusia ditambah dengan permasalahannya. Ah, tapi kenapa saya harus peduli dengan hal itu yang tidak menguntungkan sama sekali. Bukankah hidup ini terlalu keras untuk dilalui dan memikirkan hal-hal yang seperti sangat-sangat unfaedah. Maksud saya, kenapa kita tidak fokus dengan diri kita saja sendiri memperbaiki semua nilai-nilai rusak yang hampir mati. Jika dipikir-pikir hidup bersaing dengan 8 milyar manusia itu merupakan sesuatu banget. Kapan lagi kita bisa mempertaruhkan kehidupan kita yang tak berharga demi sebuah validasi dari manusia lain. 8 milyar manusia jika kita tidak mendapatkan satu pengakuan dari orang lain sepertinya ada yang salah dengan hidupmu. Tentu saja salah, bagaimana mungkin kamu tidak bisa mendapatkan sebuah validasi bahkan dari seseorang dari jumlah yang sangat banyak. Lalu jika kita telah mendapatkan validasi tersebut langkah berikutnya adalah eksis. Iya dong, harus eksis buat apa kita mendapat validasi tetapi tidak ada orang yang tahu? Sungguh sia-sia bukan.

Kemudian dalam hal asmara, minimallah ya kalau punya pacar itu yang cantik yang punya body gitar spanyol atau yang ganteng yang perutnya kotak-kotak. Pokoknya ya dalam hal apapun itu kita harus menjadi yang terdepan. Nggak peduli kalau harus merebut nyawa seseorang, hitung-hitung ngurangin beban negara, bumi, dan galaksi kita tercinta ini. Lagi pula kita masih muda kan, masih bisa lah buat sesuatu yang bisa mengundang decak benci orang-orang. Jangan takut jika dimusuhin orang, paling cuma dikatain dari belakang atau paling parah ya bacok sedikit. Tinggal dibawa ke ranah hukum minta ganti rugi sebesar jumlah umat manusia sekarang, and boom kamu kaya raya, tapi pastikan kamu nggak mati ketika dibacok soalnya sia-sia saja perjuangan panjat sosialnya jika dirimu mati, walaupun sebenarnya kamu pantas mati. Eh, becanda.

Kita kan hidup di dunia ini katanya panggung sandiwara, namung wayang manut Dalang. Kayaknya kalau sekedar mainin peran yang remeh-temeh tuh terlalu biasa, minimal sekalian mainin peran ya yang bisa mendapatkan perhatian dari orang lain. Percuma lo kalau sekedar jadi butiran debu. Secuil yang aku tuliskan di atas adalah cara bagaimana agar tuan dan puan dapat mendapatkan hal tersebut dengan mudah. Ibarat kata hanya dengan modal tenaga pun bisa dilakukan. Gampang bukan? Sesederhana membalikan telapak tangan tapi mendapat impact yang sangat besar.

Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah jika tuan dan puan ingin atau telah melakukan hal-hal seperti saya bilang, apakah kepuasan hati dan kedamaian diri telah didapatkan? Maksud saya adalah apakah dengan melakukan hal-hal seperti itu bukan suatu kepura-puraan yang nyata. Saya rasa ingin mendapatkan validasi dengan melakukan hal yang konyol seperti di atas adalah kesia-siaan. Coba bayangkan, dengan kita hanya ingin mendapatkan validasi di dunia maya saja kita harus memalsukan diri kita yang sesungguhnya, atau memang kita yang tidak memiliki jati diri? Dengan kata lain, kita ingin mengupload misal instastory di linimasa Instagram harus yang perfect bukan. Kita menciptakan sebuah kepura-puraan di mana itu sangat berbeda dengan diri kita sendiri. Saya banyak menemukan orang yang aslinya dia pendiam di real life tapi banyak bacot di dunia maya atau sebaliknya. Jika dipikirkan berapa banyak topeng yang kita miliki untuk menciptakan kesan di mata orang lain. Saya kadang ingin tertawa melihat orang-orang dan diri saya sendiri melakukan hal ini, misal kita lupakan sajalah image yang kita bentuk di medsos kita berbicara tentang kehidupan nyata sekarang. Saya, kamu, kita, dan mereka adalah makhluk sosial yang pasti membutuhkan satu sama lain, tidak peduli kamu se-introvert sampai mati pun pasti butuh keberadaan manusia lainnya. Di sini dengan status kita sebagai makhluk sosial, apakah benar jika setiap kita bertemu dengan orang lain akan menunjukan sifat asli kita bagaimana? Tentu saja tidakkan, kita menggunakan topeng yang saya suka sebut topeng rupa pura-pura. Karena ketika kita memakai topeng tersebut kita tidak menjadi diri kita sendirikan, kita menjadi orang lain untuk memunculkan hubungan yang nyaman antara kedua belah pihak. Apakah salah? Tentu tidak, bahkan harus kita lakukan agar tercipta sebuah hubungan yang harmonis walaupun dengan balutan pura-pura.

Hal yang sering saya pikirkan adalah sebenarnya kita tidak pernah benar-benar menjadi diri kita sendiri ketika bertemu dengan orang-orang sekalipun kita telah menganggap mereka sedekat urat nadi. Kita hanya menjadi diri sendiri ketika sendirian. Makanya, hidup yang terlalu bergantung sama orang lain itu sama saja dengan bunuh diri. Apalagi mengemis perhatian dan berharap kepada seseorang, itu sudah jatuh ketimpa tangga pula.

Well, tulisan ini sepertinya semakin ngawur dan kacau serta tak ada isi. Jadi ya hanya itu saja yang ingin saya ungkapkan, lebih tepatnya memuaskan rasa muak yang terjadi dikehidupan orang dewasa. Mengalir saja, katanya. Dan ya aku menikmati kehidupan dengan segala kepura-puraanya secara mengalir.

Terima kasih, semoga sehat selalu.


Penulis | Mauladi Pratama | Editor | Ibrahim


Baca juga: