-->
Tepi Parangtritis
Tepi Parangtritis

Tepi Parangtritis

Dari tepi jalan Parangtritis disinggahi

Melihat kumelulu-lalang semangat diri

Hingga pada sudut di hari ini

Kertas prinan nan dibenci

Merobek semua yang sudah kupandangi

Pada mereka yang disenangi

Akulah orang yang sepi teratapi


Aku benci menulis hari ini

Aku ditulis dalam secarcik kertas nan dibenci

Berburu kasih pada dasi

Seburuk itu aku disadari


Hei,,, Pak Tani... Anak jauh hilang pandang

Engkau penggarap aku sudah masuk di dalamnya

Sepi nan sunyi semoga berhujan tutupi

Kain basah dan keringmu sedang kupakai

Betapa sayu engkau dalam maklumat

Anak Pak Tani, aku jadi. 


Galampa Kenangan

Dorang pe parahu diayun berombak

Di nyilong deng gumala suka ria

Papa, papa, papa, suara benar suara


Di atas galampa sisik melayang

Di dalam bara hati riang

Kasbi deng rica batobo dalam piring

Satu suara, satu sepi, satu jujaga


Si tanduk putih meminta sahaja

Di atas galampa melempar suara

Semua suara di satu pinta

Sagu dilempar tak jua suara


Di atas tepian bukit melepas harap

Di kertas ini tinta melompat

Menangkap harap berlayar bersandar

Melepas tali tak melepas harap. 


Di Kamar Kopi Pahitku

Dari bilik pintu terbuka

Suara lain hati tertawa dalam cangkir

Dipahiti bergelas sahaja

Diseruduk membangun tawa


Pada gelap dari setengah waktu

Mengambil jiwa dari kantuk

Menari suara di tengah ramainya sunyi


Ronda,


Memutar-mutar di batas pagar

Tidak ada batas di dalam batas

Memberi segumpal suara siang

Pada malam di jiwa yang rapuh

Sahabat hitam, pahit merayu

Meneguk, melepas, merambat merasuk

Pada jiwa kesepian, hingga tertelan

Dari kicau daun ranting bergoyang

Semua hari dan waktu

Terhempas dari menyatu lalu berlagu


Kamu tahu suara itu? Di balik dinding tua

Suara masyhur, diraih ingin para penyantri

Ah, biarlah jelas oleh waktu saja

Karena buat apa menjadi akar

Bertahan di tengah deras aliran

Biar menguat tidak di air!


Dari hati yang di balik sana

Bernyanyi menyeret sunyi

Semua bersekutu dalam pikiran

Menaruh nabur bibit perasaan

Begitulah anak-anak yang berangkat dewasa

Sangat sulit, di luar kamus yang kuhapal

Akhirnya kucatat saja dalam lapas kata

Digugah tanpa batas rasa

Mengalir sendiri dalam baris kertas. 


Penulis adalah Suldi Ismail, Mahasiswa Program Studi Studi Islam Interdisipliner ia memiliki nama pena Ibnu Ismail

Baca juga: