-->
Puisi Ferdy Kurniawan Apa yang lebih sakit daripada cinta, jika  Keduanya adalah sama?
Puisi Ferdy Kurniawan Apa yang lebih sakit daripada cinta, jika  Keduanya adalah sama?

Puisi Ferdy Kurniawan Apa yang lebih sakit daripada cinta, jika Keduanya adalah sama?

 




Kebun yang mati

 

Aku duduk memeluk segala resah yang kini subur

 Di rongga kepala masih menjadi peristiwa

Tentang yang dulunya ada

Kini telah musnah

Tak tersisa sepatah kata,

Tentang kebun yang

Dulunya indah akan aksara

Kini telah gersang

Bak gurun Sahara

Mungkin tak akan lagi

Tumbuh bibit-bibit puisi

Sebab kebunku telah terlanjur mati.

 

Jogja.

 

Kasidah petani

 

Deru rinai hujan

Menari diantara atap-atap rumah

Membawa gemetar getar paling  kekar bagi tanah

Yang merindukan nangghala*

 

Jhe’ li li li li *

 

Petani menembangkan

Berbagai macam madah kegembiraan

Atas matinya kemarau berkepanjangan

 

Sedang pada isyarat cambuk

Sapi menghujamkan dalam-dalam bajaknya

Sebab pada coklak-coklak* itulah,

Para petani mengekalkan segenap harap

Tentang anak cucunya kelak.

 

Kota Gede.

 

*jhe’ li li li li  ucapan isyarat petani kepada sapi yang digunakan untuk membajak supaya bergerak lebih cepat.

*Coklak merupakan sebutan bagi orang Madura atas bekas guratan atau lubang pada tanah yang berasal dari hasil bajakan.

*Nangghala merupakan sebutan masyarakat Madura bagi pembajak sawah yang digerakkan oleh sapi.

 

 

Apa yang lebih sakit daripada cinta, jika

Keduanya adalah sama?

 

Kemarilah Mellisa. Duduk dan lihatlah

Sepasang anjing yang tengah memadu kasih itu,

Rasanya belum lama mereka berdua

Sama-sama memanen sekuntum luka

 

            “Tapi mereka masih saja tak merasa jera di buatnya”

 

Apa yang lebih sakit daripada cinta?

Jika keduanya adalah sama.

 

              “Begini, Mellisa, aku ingin diantara huruf namaku dan namamu juga

               terselip kata kita, seperti yang sering dikatakan penyair

               dalam puisinya. Tapi kurasa ini hanya akan

               jadi fatamorgana di tengah Sahara”

 

Lantas, apa yang membuat cinta tetap ranum?

Jika akhirnya juga akan melahirkan air mata.

 

               “Bagaimana jika seperti ini saja, bolehkah aku mencintaimu

                Di sepanjang jalan do’a saja, sebab jika aku mencintaimu

               Seperti mereka, aku hanya akan menjadi belukar

               Di pekarangan hatimu”

 

 Lalu apa yang lebih rumit daripada cinta?

Jika keduanya adalah sama.

 

Jogja, 2024 M.

 

 

 Malioboro

 

Pedagang asongan

Menjajakan nasib kepada para pelancong

Supaya ia rawat seperti nasibnya sendiri

 

Derap jejak kuda

Menyeret budaya orang-orang dahulu

Lalu dibawanya sepanjang Malioboro

Diantara lalu lalang orang berjalan

 

Dan angkringan memanjang

Memajang berbagai macam makanan juga

Menu kenangan

 

Sedang pada bara arang

Kepul teko mengikhwalkan rindu

Di cangkir kopinya.

 

Jogja, 2024 M.

 

 

Ini kisahmu tuan

 

Izinkan aku bercerita, tuan

Pada deretan bangku yang kaku

Tubuhku merangkul bingung

Perihal macam kata yang membuncah

Mengutukku dari segala arah

Aku heran,

 

“tuan, kau ini sedang berorasi atau berpidato?”

 

Asal kau tahu, dalam kepalamu itu

Penuh akan segala macam pabrik

Sedang mulutmu kerap kali

Menyemburkan asap-asap polusi

Jika boleh aku mendefinisikan, tuan

Kata-katamu terlanjur yatim untuk kami dengarkan

 

Jogja, 2023 M.

 

 

Ferdy Kurniawan, merupakan mahasiswa aktif universitas Nahdlatul ulama Yogyakarta.

Baca juga: